Minggu, 05 Juni 2011

kesemuan sebuah Tradisi



Tradisi (Bahasa Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.

Kita sebagai warga Indonesia khususnya masyarakat jawa, mempunyai tradisi-tradisi yang secara thohir seolah bertolak belakang dengan ajaran agama islam . Padahal jika kita mau meninjau lebih lanjut, sebenarnya tidak semua tradisi yang ada di pulai jawa ini bertolak belakang dengan agama islam, bahkan ada sebagian tradisi yang masih axis di pulau jawa ini justru berlandaskan pada agama islam. dibawah ini akan kami ulas lebih lanjut tentang tradisi-tradisi jawa yang berlandaskan pada ajaran agama islam.
Salahsatunya adalah tumpengan.Masyarakat di pulau Jawa, Bali dan Madura memiliki kebiasaan membuat tumpeng untuk kenduri atau merayakan suatu peristiwa penting.. Falsafah tumpeng berkait erat dengan kondisi geografis Indonesia, terutama pulau Jawa, yang dipenuhi jajaran gunung berapi Meskipun tradisi tumpeng telah ada jauh sebelum masuknya Islam ke pulau Jawa, tradisi tumpeng pada perkembangannya diadopsi dan dikaitkan dengan filosofi Islam Jawa, dianggap sebagai pesan leluhur mengenai permohonan kepada Yang Maha Kuasa.
 Dalam tradisi kenduri Slametan pada masyarakat Islam tradisional Jawa, tumpeng disajikan dengan sebelumnya digelar pengajian Al Quran. Menurut tradisi Islam Jawa, "Tumpeng" merupakan akronim dalam bahasa Jawa : yen metu kudu sing mempeng (bila keluar harus dengan sungguh-sungguh). Lengkapnya, ada satu unit makanan lagi namanya "Buceng", dibuat dari ketan; akronim dari: yen mlebu kudu sing kenceng (bila masuk harus dengan sungguh-sungguh) Sedangkan lauk-pauknya tumpeng, berjumlah 7 macam, angka 7 bahasa Jawa pitu, maksudnya Pitulungan (pertolongan). Tiga kalimat akronim itu, berasal dari sebuah doa dalam surah al Isra' ayat 80: "Ya Tuhan, masukanlah aku dengan sebenar-benarnya masuk dan keluarkanlah aku dengan sebenar-benarnya keluar serta jadikanlah dari-Mu kekuasaan bagiku yang memberikan pertolongan".
 Menurut beberapa ahli tafsir, doa ini dibaca Nabi Muhammad SAW waktu akan hijrah keluar dari kota Mekah menuju kota Madinah. Maka bila seseorang berhajatan dengan menyajikan Tumpeng, maksudnya adalah memohon pertolongan kepada Yang Maha Pencipta agar kita dapat memperoleh kebaikan dan terhindar dari keburukan, serta memperoleh kemuliaan yang memberikan pertolongan. Dan itu semua akan kita dapatkan bila kita mau berusaha dengan sungguh-sungguh.

Selain tumpengan, ada juga tradisi yang dilakukan pada bulan2 tertentu, misalnya sekaten.Sekaten merupakan tradisi turun temurun yang diadakan seminggu sebelum Maulid Nabi yang jatuh pada tanggal 12 Mulud Tahun Jawa.sejarah sekaten sendiri berawal pada tahun 1939 Saka atau 1477 M, dibangunnya Masjid Agung Demak di Kabupaten Bintoro oleh Raden Patah selaku Adipatinya pada jaman itu dengan dukungan musyawarah para wali.
Salah satu hasil musyawarah tersebut adalah meningkatkan syiar Islam selama tujuh hari terus menerus menjelang peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.Supaya masyarakat tertarik dengan syiar tersebut maka diiringi dengan bunyi gamelan yang diciptakan oleh Sunan Giri dengan membawa gending-gending bernafaskan syiar Islam ciptaan Sunan Kalijaga. Hingga suatu saat masyarakat banyak yang tertarik untuk masuk agama Islam.
Para wali mengatakan, jika masyarakat ingin masuk agama Islam harus mengucapkan 2 kalimat Syahadat (Syahadatain). Dari kata Syahadatain itulah berubah menjadi sekaten akibat perubahan pengucapan kata pada masa itu. Hingga istilah itu dipakai sampai sekarang.
.Ada tradisi unik setiap menjelang dibunyikannya gamelan. Biasanya setiap mendengar suara gong saat ditabuh (dipukul), masyarakat yang datang akan mengunyah daun sirih, gambir, tembakau, dan kapur (nginang). Masyarakat percaya dengan makan sirih akan awet muda dan mendapat berkah.Uniknya, ada kepercayaan yang masih melekat di kalangan masyarakat, bahwa setelah nginang, jika bibir dan gigi kita tidak berwarna merah, berarti kita sering berbohong.
Puncak dari acara sekaten sendiri adalah Grebeg Sekaten atau Grebeg Mulud, yakni dikeluarkannya gunungan Jaler dan gunungan Estri untuk dikirab dari Keraton Solo menuju Masjid Agung. Begitu tiba di masjid, semua gunungan itu akan didoakan sebelum diperebutkan pada masyarakat yang biasanya memadati halaman masjid.
Tak hanya makanan dan bulan yang dihinggapi tradisi-tradisi masyarakat jawa, tahun baru pun tak luput dari tradisi-tradisi masyarakat jawa, yang sering kita sebut dengan istilah suroan.Setiap tanggal 1 Sura masyarakat Jawa dan non Jawa yang percaya, selalu melaksanakan kegiatan sakral dalam menyambut pergantian tahun Jawa.
Tahun atau tarikh Jawa dibuat oleh Sultan Agung, raja Mataram yang beragama islam.Sultan Agung membuat tarikh Jawa itu tidak sekedar untuk mendampingi tarikh Hijriah tapi yang lebih mendasar adalah untuk menghormati ( secara historis dan naluri ) hijrahnya Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah.
Sakralitas naluri budaya Jawa yang dilakukan waktu itu adalah laku prihatin. Laku prihatin sebagai kontemplasi atas peristiwa hinjrah Nabi Muhammad SAW ( dalam situasi perang ) dan itu masih dilakukan sampai sekarang. Berbagai macam media dan ekspresi menurut kepercayaan masing-masing dilakukan oleh masyarakat Jawa, pada dasarnya tujuannya sama yaitu memanjatkan doa kepada Yang Kuasa agar senantiasa diberi keselamatan dan kesejahteraan ( pribadi, kelompok maupun negara )
masyarakat Jawa juga mempercayai kekeramatan bulan Sura dalam pengetrapan di kehidupannya. Melaksanakan perkawinan atau keperluan lain diangap ora ilok, tidak pantas. Karena bulan Sura adalah bulan keramat yang hanya cocok untuk laku prihatin, lebih mendekatkan diri kepada Yang Kuasa. Bulan keramat yang tidak pantas untuk melakukan pesta. Berbagai macam dan tata cara kegiatan dalam menyambut bulan Sura bagi masyarakat Jawa adalah bagian dari kegiatan religius. Semua itu dilakukan hanya dalam proses pendekatan kepada Yang Kuasa. Sedangkan tata cara termasuk sesaji yang diperlukan hanyalah sebuah sarana berdasarkan kepercayaan dari naluri budaya yang berlaku.

Senin, 30 Mei 2011

cahaya illahi dalam utusan-Nya

Setiap organisasi, instansi, bahkan Negara sekalipun membutuhkan     seorang pemimpin. Idealnya, pemimpin harus mampu menjadi teladan yang baik, adil, serta bisa bertanggung jawab. Nabi SAW bersabda:
كلّكم راع وكلّكم مسؤل عن رعيّته
 “Kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya atau rakyatnya” (HR Bukhari 844).
            Seorang psycoanalis dari Chicago University Prof. Julles Masserman mengatakan bahwa, seorang pemimpin harus mempunyai 3 fungsi:
1)      Menyediakan kesejahteraan bagi orang-orang yang dipimpinnya
2)      Menyediakan organisasi sosial di mana orang-orang akan merasa aman di dalamnya
3)      Menyediakan suatu kepercayaan bagi pengikutnya

Ia menambahkan bahwa pemimpin terbesar sepanjang sejarah adalah Nabi Muhammad SAW, karena beliau satu-satunya pemimpin yang mampu mengkombinasikan 3 fungsi tersebut pada masa kepemimpinan beliau.
            Tak heran jika Nabi Muhammad SAW menempati peringkat pertama dalam buku “100 tokoh paling berpengaruh di dunia” yang ditulis seorang non muslim bernama Michael. H. Hart. Menurutnya, sepanjang sejarah hanya beliau satu-satunya orang yang berpengaruh baik dalam keagamaan dan keduniaan.
            Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi dan situasi di Timur Tengah (Yaman, Mesir, Libya, dan sebagainya) yang tengah mempermasalahkan para pimpinan negaranya. Negara-negara pusat peradaban Islam tersebut seolah kehilangan figur pemimpin ideal, padahal kita mempunyai seorang Nabi yang merupakan pemimpin terbaik sepanjang sejarah dan merupakan teladan bagi para pemimpin. Allah SWT berfirman:
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة
“Sungguh dalam diri Rasulullah itu terdapat suri tauladan yang baik...(Al-Ahzab: 21).
            Rasulullah adalah sosok pemimpin yang adil, toleran, luwes, tegas, dan berwibawa baik di hadapan keluarga, rakyat, maupun ummatnya.
Terhadap isteri dan putera-puterinya, beliau senantiasa berlaku adil dan penuh kasih sayang. Rasulullah bersabda:
فاطمة بضعة مني فمن أغضبها أغضبني
 “Fatimah adalah bagian dariku, barang siapa yang membuatnya marah, maka dia juga membuatku marah” (HR Bukhari 3483).
Walaupun demikian, beliau tetap tegas dan tidak menganak-emaskan keluarganya dalam permasalahan hukum, sebagaimana tercermin dalam sebuah hadits:
والله لو أن فاطمة سرقت لقطعت يدها
“ Demi Allah, Andai Fatimah (puteriku) mencuri, pasti aku akan memotong tangannya”.
Sebagai pemimpin agama, beliau sangat toleran terhadap musuh-musuhnya. Konon, ketika Rasulullah berdakwah di Thaif, beliau dihina, dicerca, bahkan dilempari batu dan kotoran oleh penduduk Thaif. Meskipun diperlakukan seperti itu, Rasulullah tidak mau membalas mereka dengan kekerasan pula. Padahal Malaikat sudah siap siaga untuk melemparkan dua gunung kepada mereka. Namun Rasulullah SAW tidak menginginkan hal itu, beliau bersabda:
بل أرجو أن يخرج الله من أصلابهم من يعبد الله وحده
“… Aku berharap agar Allah melahirkan dari mereka (penduduk Thaif) generasi yang menyembah Allah semata”.Dalam riwayat yang lain diceritakan bahwa suatu hari salah satu dari pemimpin  kaum kafir tertangkap dan diserahkan kepada Rasulullah SAW. Kemudian  Rasulullah memerintahkan untuk mengikatnya di tiang masjid. Pada hari pertama Rasul menghampirinya dan bertanya, “Bagaimana keadaaanmu?”, dia menjawab, ”lepaskan aku, kau akan mendapat harta yang banyak”. Rasul meninggalkannya, keesokan harinya Rasul menghampirinya dan menanyakan hal yang sama, ”bagaimana keadaanmu?”, dia menjawab, “aku ini adalah seorang pemimpin, kau akan mendapat harta dan disegani kaumku jika membebaskanku”, mendengar jawaban itu para sahabat marah dan hendak membunuhnya, namun dilarang oleh Rasul. Pada hari ke-3 Rasul juga menghampiri dan bertanya, “bagaimana keadaanmu?”, tahanan itu menjawab dengan jawaban yang sama. Para sahabat sangat geram dan ingin memenggal kepala tahanan tersebut. Namun, kembali dilarang oleh Rasul bahkan tahanan tersebut dibebaskan. Setelah bebas, tahanan tersebut lari. Sesaat setelahnya tahanan tersebut datang dengan badan yang basah kuyup seraya mengucap Syahadat dihadapan Nabi. Kemudian Nabi bertanya, “mengapa baru sekarang kau masuk Islam?”, tahanan tersebut menjawab, “jika aku masuk islam dalam keadaan ditawan, aku takut niatku bukan karena Allah semata melainkan karena ingin dibebaskan”.   Subhanallah! Itulah kemuliaan akhlak kepemimpinan Rasul dalam  memperlakukan tahanan sehingga membuat seorang pemimpin kafir masuk Islam.

            Mudah-mudahan akhlak kepemimpinannya bisa diimplementasikan oleh ummatnya dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai kepala keluarga, tokoh agama, kepala daerah, maupun kepala Negara.





Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons